Selasa, 24 Desember 2013

Kesusastraan Jepang "KABUKI (歌舞伎)"


KABUKI (歌舞伎)
PEMBAHASAN

Kabuki (歌舞伎) adalah merupakan seni teater tradisional khas Jepang. Aktor kabuki terkenal dengan kostum mewah dan tata rias wajah yang mencolok. Kementerian Pendidikan Jepang telah menetapkan kabuki sebagai warisan agung budaya nonbendawi. Selain itu UNESCO juga telah menetapkan kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Berikut adalah pembahasan terkait kabuki.

A.      Etimologi
Ada banyak pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini, salah satunya adalah kabusu yang ditulis dengan karakter kanji歌舞dengan ditambahkan akhiran sehingga menjadi kata kerja 歌舞す yang berarti bernyanyi dan menari. Kemudian disempurnakan menjadi kabuki (歌舞伎) yang ditulis dengan tiga karakter kanji, yaitu uta (うた) (lagu), mai (まい) (tarian), dan ki () (tehnik).
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kata kabuki ini berasal dari kata kabuki かぶき, kabuku かぶく, kabukan かぶかん, atau kabuke かぶけ yang ditulis dengan karakter kanji katamuku (傾). Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku ini secara harfiah berarti cenderung, condong, miring atau tidak sama dengan pemikiran umum. Kata ini digunakan untuk menyebutkan orang-orang yang cenderung atau condong ke arah duniawi, dan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah laku aneh.
Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari kata katamuku ini dikarenakan pada saat kabuki pertama kali diperkenalkan oleh Okuni, seorang Miko 巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo. Okuni tersebut memakai kostum laki-laki dengan membawa pedang dan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada zaman tersebut. Seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan digantungkan dileher. Ceritanya pun berkisar tentang seorang laki-laki yang pergi bermain-main ke kedai teh untuk minum-minum bersama para wanita penghibur. Hal ini kemudian diasosiasikan dengan kumpulan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah-laku aneh serta tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal dengan nama kabukimono カブキモノ.
Setelah melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki ditulis dengan tiga karakter kanji yaitu uta 歌 (lagu), mai 舞 (tarian), dan ki (seniman wanita) yang kemudian karakter kanji ki diubah menjadi ki , sehingga kabuki ditulis menjadi 歌舞伎(かぶき) yang sekarang ini. Penamaan kabuki dengan menggunakan tiga karakter kanji di atas, dikarenakan tiga karakter di atas dianggap sesuai dengan unsur-unsur yang ada di dalam pertunjukan teater kabuki itu tersebut. Adapun pada awalnya karakter ki, ditulis dengan dikarenakan kabuki pada awalnya lahir dari seorang seniman wanita yang bernama okuni 阿国(おくに) dari kuil Izumo.

B.      Sejarah Kabuki
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603 dengan pertunjukan dramatari yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang miko asal kuil Izumo Taisha, tapi mungkin juga seorang kawaramo (sebutan menghina buat orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang aneh (kabukimono), sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan. Panggung yang dipakai waktu itu adalah panggung noh.  Hanamichi (hon hanamichi yang ada di sisi kiri penonton dan karihanamichi yang ada di sisi kanan penonton) di gedung teater Kabuki-za kemungkinan merupakan perkembangan dari Hashigakari (jalan keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung sisi kiri penonton). Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga bermunculan banyak sekali kelompok pertunjukan kabuki imitasi.
Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki). Drama kabuki dimulai pertunjukan tarian yang dilakukan oleh wanita. Wanita pertama yang memperkenalkan kabuki adalah Izumino Okuni pada tahun keichoo. Dia disebut juga sebagai nenek moyang atau cikal bakal kabuki. Tarian pertama dikenal dengan Nebutsu Odori,yang kemudian terkenal dengan sebutan  Kabuki Odori. Kabuki Odori sangat popular dikalangan wanita. Diberbagai daerah banyak wanita yang menjadi penari kabuki dan mereka disebut sebagai yujo kabuki atau onna kabuki. Penari – penari tersebut selain menari juga melayani tamu laki – laki. Keshogunan Tokugawa menilai pertunjukan kabuki yang dilakukan kelompok wanita penghibur sudah melanggar batas moral, sehingga di tahun 1629 kabuki wanita penghibur dilarang dipentaskan. Pertunjukan kabuki laki-laki remaja juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk pelacuran terselubung. Pertunjukan Yarō kabuki  yang dibawakan seluruhnya oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya Onna-kabuki dan Wakashu-kabuki. Aktor kabuki yang seluruhnya terdiri dari pria dewasa yang juga memainkan peran sebagai wanita melahirkan "konsep baru" dalam dunia estetika. Kesenian Yarō kabuki terus berkembang di zaman Edo dan berlanjut hingga sekarang.
Pada tahun berikutnya mereka diperbolehkan mengadakan pertunjukan kembali dengan syarat yang ketat yaitu penari kabuki harus memotong Maegami ( Poni). Dengan di potongnya maegami sebutan wakashu kabuki berubah menjadi yaro kabuki. Kabuki tidak hanya berkembang di Kyoto dan Osaka tetapi berkembang juga sampai ke Tokyo dan menjadi pusat kabuki sampai sekarang.
Pengarang kabuki bernama Yonsei Tsuruya Namboku pada jaman Edo generasi keempat dari keluarga Namboku. Generasi ke 1, ke 2 dan ke 3 adalah actor kabuki. Karya yang terkenal adalah Sumidagawa Hangoshozomei dan Tokaido Yotsuya Kaidan.

C.      Jenis Kabuki
1.       Kabuki Odori
Kabuki-odori (kabuki tarian). Kabuki-odori dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran Wakashu-kabuki, remaja laki-laki menari diiringi lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.
2.       Kabuki-geki (kabuki sandiwara)
Kabuki-geki merupakan pertunjukan sandiwara yang ditujukan untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara dan tari. Peraturan yang dikeluarkan Keshogunan Edo mewajibkan kelompok kabuki untuk "habis-habisan meniru kyōgen" merupakan salah satu sebab kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasannya kabuki yang menampilkan tari sebagai atraksi utama merupakan pelacuran terselubung dan pemerintah harus menjaga moral rakyat. Tema pertunjukan kabuki-geki bisa berupa tokoh sejarah, cerita kehidupan sehari-hari atau kisah peristiwa kejahatan, sehingga kabuki jenis ini juga dikenal sebagai Kabuki kyogen. Kelompok kabuki melakukan apa saja demi memuaskan minat rakyat yang haus hiburan. Kepopuleran kabuki menyebabkan kelompok kabuki bisa memiliki gedung teater khusus kabuki seperti Kabuki-za. Pertunjukan kabuki di gedung khusus memungkinkan pementasan berbagai cerita yang dulunya tidak mungkin dipentaskan.
Di gedung kabuki, cerita yang memerlukan penjelasan tentang berjalannya waktu ditandai dengan pergeseran layar sewaktu terjadi pergantian adegan. Selain itu, di gedung kabuki bisa dibangun bagian panggung bernama hanamichi yang berada melewati di sisi kiri deretan kursi penonton. Hanamichi dilewati aktor kabuki sewaktu muncul dan keluar dari panggung, sehingga dapat menampilan dimensi kedalaman. Kabuki juga berkembang sebagai pertunjukan tiga dimensi dengan berbagai teknik, seperti teknik Séri (bagian panggung yang bisa naik-turun yang memungkinkan aktor muncul perlahan-lahan dari bawah panggung), dan Chūzuri (teknik menggantung aktor dari langit-langit atas panggung untuk menambah dimensi pergerakan ke atas dan ke bawah seperti adegan hantu terbang).
Sampai pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyogen kreasi baru banyak diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-kyogen banyak mengambil unsur cerita Ningyo Jōruri yang khas daerah Kamigata. Penulis kabuki asal Edo tidak cuma diam melihat perkembangan pesat kabuki di Kamigata. Tsuruya Namboku banyak menghasilkan banyak karya kreasi baru sekitar zaman zaman Bunka hingga zaman Bunsei. Penulis sandiwara kabuki Kawatake Mokuami juga baru menghasilkan karya-karya barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji. Sebagai hasilnya, Edo makin berperan sebagai kota budaya dibandingkan Kamigata.  Di zaman Edo, Kabuki-kyogen juga disebut sebagai sandiwara (shibai).

D.      Cerita Kabuki
Drama kabuki adalah cerita sejarah yang disebut Jidaimono. Penulis drama kabuki dari daerah Kamigata menjadi pionir dalam penulisan naskah drama. Penulis banyak mengadaptasi cerita Ningyo Jòruri. Hal ini memicu kreativitas tersendiri bagi penulis kabuki asal Edo. Beberapa penulis kabuki asal Edo tergerak mengkreasikan drama-drama baru, misalnya Tsuruya Namboku. Penulis kabuki yang banyak mengkreasikan cerita kepahlawanan dari zaman Bunka hingga zaman Bunsei. Kawatake Mokuami yang popular di akhir zaman edo hingga memasuki zaman Meiji. Beberapa judul drama kabuki yang terkenal ialah Taiheiki no sekai, Heike monogatari no sekai, Sogamono no sekai, dan Sumidagawamono no sekai.
Jenis lakon kabuki terdiri dari :
1.       Jidai Kyogen :
Ceritanya diambil dari jaman Edo atau samurai pendeta pada jaman Kamakura.
2.       Sewa Kyogen :
Isi ceritanya menyangkut kehidupan rakyat pada jaman Edo.
3.       Buyogeki :
Tarian yang diiringi melodi gidayu.
4.       Kabuki Juhachiban:
Lakon Kabuki yang sangat popular.
5.       Shinsaku Kabuki :
Lakon-lakon yang ditulis setelah jaman Meiji.

E.      Judul Pertunjukan Kabuki
Judul pertunjukan kabuki disebut Gedai yang kemungkinan besar berasal dari kata Geidai. Judul pertunjukan (gedai) biasanya ditulis dalam aksara kanji berjumlah ganjil, misalnya pertunjukan berjudul Musume dōjōji (4 aksara kanji) harus ditambah dengan Kyōkanoko (3 aksara kanji) menjadi 京鹿子娘道成寺 (Kyōkanoko musume dōjōji), supaya bisa menjadi judul yang terdiri dari 7 aksara kanji. Selain judul pertunjukan yang resmi, pertunjukan kabuki sering memiliki judul alias dan keduanya dianggap sebagai judul yang resmi. Pertunjukan berjudul resmi Miyakodori nagare no siranami (都鳥廓白波) dikenal dengan judul lain Shinobu no Sōda (忍ぶの惣太). Pertunjukan berjudul Hachiman matsuri yomiya no nigiwai (八幡祭小望月賑) juga dikenal sebagai Chijimiya Shinsuke (縮屋新助). Judul pertunjukan yang harus ditulis dalam aksara kanji berjumlah ganjil menyebabkan judul sering ditulis dengan cara penulisan ateji, akibatnya orang sering mendapat kesulitan membaca judul pertunjukan kabuki.

F.       Musik dan Panggung Kabuki
Musik pengiring kabuki dibagi berdasarkan arah sumber suara. Musik yang dimainkan di sisi kanan panggung dari arah penonton disebut Gidayūbushi. Takemoto (Chobo) adalah sebutan untuk Gidayūbushi khusus untuk kabuki. Selain itu, musik yang dimainkan di sisi kiri panggung dari arah penonton disebut Geza ongaku, sedangkan musik yang dimainkan di atas panggung disebut Debayashi.
Musik Kabuki sendiri terbagi dalam dua jenis, yaitu Shosha Ongaku yaitu musik samisen yang mengiringi tayu (dalang) dan Geza Ongaku yaitu musik yang melengkapi pertunjukan kabuki dari belakang panggung.
Selain itu yang menarik dalam kabuki adalah bentuk panggungnya. Keunikan panggung kabuki yang tidak akan dijumpai di negara lain. Bentuk panggung terdiri dari :
1.       Hanamichi :
Lorong diantara tempat duduk penonton yang terletak disebelah kiri dan kanan panggung.
2.       Suppon :
Lubang segi empat yang terdapat pada Hanamichi yang dapat ditarik ke atas dan ke bawah.
3.       Mawani Butai :
Bulatan besar yang terletak ditengah-tengah panggung dan dapat berputar fungsinya untuk pergantian dari siang dan malam.
4.       Yuka :
Tempat duduk tayu (dalang), pemetik simasen.
5.       Geza :
Tempat para pemain musik untuk memainkan alat-alat musik.
6.       Hikimaku :
Layar panggung yang terdiri dari tiga warna yaitu hijau tua, orange, dan hitam.

Kesusastraan Jepang "NOH"


N O H



A. Pengenalan


Salah satu bentuk kesusatraan pada zaman pertengahan ketika golongan samurai bersama para seniman membentuk kebudayaan adalah drama Noh. Dalam bahasa Jepang Noh ditulis dengan huruf kanji () yang artinya bakat/keahlian. Noh sendiri merupakan gabungan dari hiburan populer sangaku dan gagaku di Nara, yang didirikan oleh Kannami dan putranya Zeami. Sangaku diimpor dari China ini merupakan kombinasi dari pantomim, akrobat, dan sihir. Sedangkan gagaku cenderung mengusung musik dan tari yang biasanya dipertunjukan di kalangan bangsawan dan istana.

Dapat dikatakan bahwa  Noh adalah teater klasik yang menggabungkan antara pertunjukan tari, drama, musik, dan puisi. Noh bisa juga disebut dengan nogaku yang berarti bentuk drama musikal. Seni pertunjukan tradisional Jepang ini dikembangkan sekitar abad ke 14 selama periode Muromachi (1333-1573). Noh merupakan jenis drama simbolik diwarnai dengan efek estetika, anggun, elegan, tenang, yang diungkapkan melalui yuugen (keindahan misterius). Pemain dalam Noh menggunakan topeng dan diperankan oleh laki-laki yang memerankan tokoh wanita maupun pria.

Noh terdiri dari utai (cerita dalam gaya syair yang dibawakan pada waktu pementasan), hayashi (musik yang mengiringi utai), shosa (tarian atau lakon yang dipertunjukkan dalam waktu pementasan).
B. Sejarah Noh
Berdasarkan sejarahnya drama Noh lahir pada periode Chuusei antara tahun 1350-1450, dimana saat itu pertunjukannya merupakan kombinasi antara sarugaku (seni pertunjukan dari China) dan dengaku (tarian tradisional Jepang). Noh akhir abad ke 14 dipopulerkan oleh Kannami Kiyotsugu bersama anaknya bernama Zeami Motokio. Mereka mengadakan pertunjukan dihadapan kaisar Ashikaga Yoshimitsu. Kaisar pun menaruh perhatian terhadap pertunjukan mereka, kemudian memberikan penghargaan dan menaikan status sosial mereka.
Selama Zeami berada dalam perlindungan militer Shogun Ashikaga Yoshimitsu, dia diam-diam menulis beberapa drama dan tulisan yang menjelaskan tentang aturan prinsipil estetika Noh dan memberikan detail bagaimana kesenian Noh seharusnya dibuat, diperankan, diarahkan, diajarkan, dan diproduksi dengan baik. Zeami menulis banyak drama yang 250 drama diantaranya masih ditampilkan sampai sekarang dalam kumpulan sandiwara klasik.

C. Perkembangan Noh
Noh mulai dikembangkan pada awal abad ke 14, dan mulai dipopulerkan pada akhir abad ke 14. Pada masa populernya inilah Noh mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 1467 sampai 1568 selama perang saudara, Noh disebarkan bersama dengan penyebaran chaanoyuu dan ajaran Buddha kepada seluruh masyarakat. Namun ketika perang berakhir dan kekaisaran dipegang oleh Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi yang berasal dari kaum militer, Noh pun yang awalnya dapat dinikmati oleh seluruh kalangan menjadi kebudayaan eksklusif bagi bangsawan, dengan kata lain rakyat biasa tidak bisa mempelajari musik dan tarian Noh.
Ketika periode Edo (1603-1868) saat kekuasaan militer mulai runtuh Noh pun kembali dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Sehingga Noh pun menjadi seni pertunjukkan utama pada masa itu. Pada periode Meiji (1868-1912), Noh kehilangan perlindungan dari pemerintah dan harus berdiri sendiri. Meskipun Noh hampir hilang, beberapa grup pemain mendapatkan sponsor pribadi dan mulai mengajarkan kesenian pada para pemain amatir sehingga dalam waktu singkat kembali berkembang. Inilah yang membuat Noh masih bertahan sampai sekarang, tetapi tidak sepopuler periode Edo. Saat ini Noh banyak dipentaskan di kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Kyoto. Seperti kebanyakan pertunjukan klasik di seluruh dunia, Noh tidak bisa digambarkan sebagai kesenian popular rata-rata di Jepang.
Lahirnya pemerintahan baru dan sistem industri di Jepang, serta sudah dapatnya Noh dinikmati oleh semua kalangan, Noh pun banyak mengalami transformasi hingga saat ini. Sehingga saat ini Noh dapat dibagi menjadi 4 macam kategori, yaitu :
1.         Mugen nō (夢幻能) merupakan Noh dengan cerita yang terjadi pada saat ini menyangkut kehidupan sehari-hari.
2.         Genzai nō (現在能) memiliki tokoh-tokoh yang lebih rumit dan melibatkan dunia mimpi.
3.         Geki nō (劇能) memainkan drama didasarkan aksi plot dan narasi.
4.         Furyū nō (風流能) focus pada kualitas estetika tarian.
Selain itu Yookyaku yang merupakam skenario drama Noh yang dipentaskan dewasa ini kira-kira berjumlah 240 buah dibagi menjadi 5 babak menurut urutan pementasannya, yaitu:
a           Babak satu disebut Wakinoh (babak Shin) terdiri dari cerita mengenai dewa atau upacara tanda syukur.
b           Babak dua disebut Shuramono (babak Nan) terdiri dari cerita yang bertemakan samurai yang telah meninggal dalam pertempuran.
c           Babak tiga disebut Kazuramono (babak Nyo) terdiri dari cerita yang menjadikan wanita atau roh wanita sebagai tokohnya.
d           Babak empat disebut Ganzaimono (babak Kyoo) terdiri dari cerita mengenai kejadian yang ada pada zaman saat.
e           Babak lima disebut Kirinoh (babak Ki) mengenai setan atau cerita tentang binatang buas.

D. Ciri Khas Noh
v  Karakter atau peran
Tim pentas dalam Noh:
1.         Shite (仕手). Merupakan pemeran utama Noh. Shite dibantu oleh peran pembantu utama yang disebut shitetsure (仕手連れ).
2.         Waki () merupakan pemeran  yang penting setelah shite, berperan sebagai karakter yang menghidupkan cerita Noh. Waki dibantu oleh wakitsure (脇連れ).
3.         Kōken (後見) adalah pegurus panggung yang membantu para pemeran ketika tampil, paling tidak harus ada tiga orang.
4.         Jiutai (地謡) sebutan khusus untuk paduan suara yang menghidupkan tampilan Noh, biasanya di mainkan oleh delapan orang.
5.         Hayashi (囃子) merupakan pemain instrumental yang mengiringi penampilan Noh. Terdiri atas pemain suling (nohkan), penabuh gendang (yang berbentuk seperti jam pasir) di bahu (kotsuzumi), penabuh gendang (yang berbentuk agak lebih tipis dan besar dari gendang sebelumnya) yang diletakkan di pangkuan (okawa atau otsuzumi), penabuh gendang yang berbentuk seperti tong yang diletakkan di lantai dan dimainkan dengan dua stik (taiko).
Karakter yang ada pada pertunjukan Noh, diantaranya :
(1)       Dewa (kamimono)
(2)       Hantu prajurit (syuramono)
(3)       Peran wanita (onnamono)
(4)       Orang gila (kyouranmono)
(5)       Hantu (onryoumono)
(6)       Karakter hayalan (nou)
(7)       Setan (onnimono)
v  Panggung
Panggung Noh dibuat dari hinoki (cemara Jepang). Pada bagian belakang panggung adalah kagami-ita (panel belakang, biasanya menampilkan sebuah pohon pinus dicat) dan bagian depan panggung adalah kizahashi (tangga dekoratif). Sisi kiri panggung adalah hashigakari (bridgeway) dan bagian belakang hashigakari adalah agemaku (tirai) yang menandai pintu masuk ke area belakang panggung. Diperkirakan bahwa konstruksi ini tahap standar saat didirikan sebelum masa pemerintahan dari Oda Nobunaga shogun terkenal (sekitar 1550). Bagian utara panggung, terletak kuil Nishi Honganji  Kyoto. Kostruksi panggung tertua dibuat oleh Toyotomi Hideyoshi.
Tahap Noh lengkap terdiri dari-hon butai (area bermain utama), hashigakari (bridgeway), ato-za bermain (tempat duduk bagian untuk musisi dan petugas panggung) dan jiutai-za (bagian tempat duduk untuk paduan suara). Area utama 5,4m tiap sisi.

v  Topeng Noh
Topeng Noh dibagi menjadi 6 tipe, yaitu :
(1)       Topeng orang tua (okinamen)
(2)       Topeng orang dewasa (imen)
(3)       Topeng wanita (onnamen)
(4)       Topeng laki-laki(otokomen)
(5)       Topeng karakter hayalan (kishin)
(6)        topeng hantu dan arwah (onryō)
Dalam pertunjukannya tidak semua tokoh menggunakan topeng, namun ada yang menggunakan make-up tebal yang menyerupai topeng. Para pemain harus berhati-hati dalam memilih topeng yang digunakan. Orang yang menentukan topeng disebut dengan omotte.
Mengekspresikan perasaan melalui topeng Noh terkadang dirasa sulit bagi para pembuat topeng sehingga biasanya para pengguna topenglah yang melakukan sebuah trik sehingga emosi yang diinginkan bisa tersampaikan. Jika ingin memberikan kesan ceria maka topeng akan dimiringkan keatas (terasu). Sebaliknya jika memberikan kesan sedih, topeng dimiringkan ke bawah (kumorasu).

v  Tari
Tarian yang dipertunjukkan dalam Noh berbeda dengan tarian pada umumnya. Jika dilihat dari kosakata dalam bahasa Jepang tarian pada umumnya dikenal dengan odori, tetapi dalam Noh, tarian disebut mai yaitu tarian untuk Tuhan. Mai menjadi dasar yang kuat dalam kesatuan Noh, serta memiliki arti yang dalam. Terkadang karakter dasar dalam peran dapat terlihat dari mai.
Semua Noh bisa digambarkan sebagai tarian. Terkadang terdapat gerakan kecil dramatis yang membangun cerita. Namun di lain waktu ada juga gerakan kuat dan bersemangat. Gerakan terkadang disesuaikan untuk nyanyian paduan suara atau terkadang untuk instrumen musik. Pada umumnya, kesengajaan, kecekatan, ketegasan dan abstraksi adalah bagian penting dari gerakan noh.

v  Musik
Ritme dan melodi dari instrumen yang ada pada pertunjukkan Noh mengikuti urutan dari sistem cerita. Satu bagian yang paling istimewa adalah penggunaan drum yang disebut Kakegoe, tabuhan dari drummer yang ditampilkan sebagai sinyal antara drummer seperti juga antara drummer dan penyanyi. Drum ini juga menjadi elemen penting bagi tekstur suara dari pertunjukan, menciptakan mood dan dengan lagu-lagu pendek drum ini menentukan tempo pertunjukan.

v  Kostum
Kostum dalam Noh dibuat dari sutra cantik yang dicelup dan dibordir dengan rumir. Kostum-kostum ini mengungkapkan tipe karakter yang digambarkan dan mengikuti konvensi ditetapkan sebagai penggunaannya. Masih banyak variasi. Detail dari desain, kombinasi warna, kekayaan tekstur, dan kekuatan bentuk memberikan noh dampak visual. Semua karekter baik miskin atau kaya, muda atau tua , laki-laki atau perempuan semuanya menggunakan kostum yang indah. Proses menggunakan kostum begitu rumit. Terlebih lagi jika seorang aktor hendak mengenakan pakaiannya sendiri, dibutuhkan dua atau tiga orang untuk memakaikan kostum si aktor.